Sudah Benarkah Cara Kita Mengungkapkan Cinta?
Oleh: Teacher Sriati, S.Pd. (Waka Kurikulum SDIT Mutiara Hati)
Mencintai dan menyayangi buah hati adalah kewajiban setiap orang tua. Atas nama cinta, berbagai langkah akan dilakukan demi mewujudkan kebahagiaan buah hatinya. Namun berhati-hatilah dalam megungkapkan rasa cinta dan sayang, sebab ada cinta yang tanpa disadari justru dapat membawa bahaya untuk masa depan buah hati kita.
Sebagai contoh, Apakah Anda selalu menyuapkan makanan kepada anak Anda sejak usia TK hingga SD? Atau, pernahkah Anda melihat anak SD berjalan melenggang, sementara ibunya atau pengasuhnya membawakan tasnya? Atau, apakah Anda pernah memeriksa PR anak Anda lalu Anda mengerjakannya agar dia mendapatkan nilai sempurna? Jika hal tersebut terjadi,maka Anda harus waspada! Langkah yang Anda lakukan kemungkinan akan meruntuhkan karakter diri anak Anda. Kasih sayang yang Anda berikan dapat melemahkan kemampuannya untuk survive di masa depan.
Anak yang terbiasa hidup nyaman, tanpa beban tanggung jawab, tidak suka bekerja keras, tidak mandiri, tidak berani mengambil keputusan dan menanggung resiko akan mengalami Peterpan Syndrome. Mereka akan sulit mengatasi masalah yang menimpa dirinya. Karena sejak kecil semua masalahnya diatasi oleh Ibunya, Ayahnya atau pengasuhnya.
Sementara itu pada sebagian besar anak perempuan, dapat mengalami Cinderella kompleks, terutama pada anak perempuan yang selalu mendapat “perlindungan”. Mereka akan selalu berharap ada sosok pahlawan yang dapat menyelamatkannya dari setiap masalah yang dihadapi. Pahlawan yang membuat semua masalah teratasi tanpa harus berjuang atau mengerahkan segenap kemampuannya. Bahkan mereka hanya berangan-angan menjalani kehidupan layaknya dongeng seorang putri. Segalanya bisa dipenuhi cukup dengan memetik jemari.
Untuk membuat anak menjadi pribadi yang mandiri, tangguh, berani mengambil keputusan, siap menanggung resiko, maka mereka perlu diberikan kesempatan belajar. Kesempatan yang membuat mereka menapaki dan menikmati setiap proses. Ajak dan latih mereka untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Langkah sederhananya dapat dimulai dari hal terkecil, seperti mencari kaos kaki yang hilang, membereskan mainan, menyiapkan perlengkapan sekolah sendiri atau menghabiskan makanan di piringnya.
Setiap anak memerlukan waktu untuk menjadi pribadi mandiri. Kemandirian anak tidak dapat dibangun dengan cepat. Oleh sebab itu, hal yang tidak kalah penting adalah dukungan dan kesabaran dari orang tua. Kesempatan belajar anak dapat saja hilang, jika orang tua tidak sabar. Sebagian besar orang tua beranggapan, agar semua berjalan lebih cepat maka ia mengambil alih tanggung jawab anaknya. Ketika melihat anak makan dalam waktu lama tak jarang orang tua memilih untuk menyuapinya. Atau ketika melihat anaknya tak kunjung selesai menulis PR, orang tua kemudian menuliskannya. Jika hal ini terus terjadi, maka kapan belajar mandiri?
Seperti halnya mengajarkan kemandirian, sikap tangguh pun memerlukan waktu latihan. Ketika anak melakukan kesalahan atau menemui kegagalan, manfaatkan waktu tersebut untuk menguatkannya. Peran orang tua dalam hal ini adalah mengajak anak untuk selalu melakukan refleksi, mengambil pelajaran dari kesalahan dan mengajaknya berfikir untuk menemukan jalan keluar. Bukan menyalahkan.
Berikan motivasi, bangkitkan kepercayaan diri anak bahwa ia mampu menghadapi tantangan. Yakinkan bahwa kita akan selalu bersamanya. Latih anak agar berani menanggung resiko atau konsekuensi dari setiap kesalahan, tanpa menakut-nakutinya. Jangan karena tak tega atau kasihan, lantas kita memberikan “perlindungan” atas kesalahan anak. Secara tidak langsung, sikap itulah yang melemahkan anak. Mereka akan terbiasa berlindung di balik punggung orang lain. Besar posturnya tak sebanding dengan sikap keberaniannya.
Cinta dan kasih sayang orang tua terhadap anak harus diungkapkan dengan cara yang benar. Hanya dengan cara yang benar, cinta dapat menumbuhkan kekuatan dalam diri sang anak. Kekuatan yang akan membentuk mereka sebagai sosok yang mandiri, Tangguh dan siap menghadapi tantangan zamannya.