Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah
Seperti udara
Kasih yang engkau berikan
Tak mampu ‘ku membalas
Ibu, Ibu
Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu
Sampai aku tertidur
Bagai masa kecil dulu
Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas
Ibu,Ibu
Begitu banyak lirik lagu, syair maupun puisi yang bercerita tentang sosok Ibu. Dapat dipastikan, di dalamnya selalu digambarkan tentang pengorbanan seorang Ibu. Ya, Ibu adalah seorang pejuang, Ibu senantiasa ada dalam setiap keadaan, Ibu selalu rela berkorban, Ibu tak pernah kenal lelah, Ibu berjaga sepanjang waktu, Ibu, wanita berjiwa tangguh, Ibu adalah pejuang sepanjang zaman.
Perjuangan yang dilakukan seorang Ibu bukan tanpa sebab. Dengan sebab cinta, seorang Ibu rela menempuh segala usaha demi keberhasilan anaknya. Besar kecil pengorbanan yang ia diberikan, tak lain karena dorongan sebuah alasan. Amanah dan tanggung jawabnya kepada Sang Maha Pencipta, menjadi alasan utama baginya untuk merelakan apapun yang ia punya, demi kebaikan anaknya.
Di dalam Al Quran, Allah telah menampilkan kisah-kisah heroik seorang Ibu. Di antaranya adalah peristiwa kelahiran Nabi Isa as, tanpa seorang ayah. Kelahiran Nabi Isa as, menjadi berita yang menggemparkan. Bagaimana mungkin seorang anak terlahir tanpa bapak?. Ibunda Nabi Isa as, Maryam mendapatkan tuduhan, celaan, dan hinaan. Dapat kita bayangkan, seperti apa hati dan perasaan seorang perempuan ketika menemui kenyataan yang demikian. Namun begitu, di tengah-tengah keadaan yang sangat tidak menyenangkan, Maryam menjaga kesabarannya. Maryam tetap mampu melaksanakan perannya sebagai Ibu, mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada sang putra. Hingga akhirnya, peristiwa menakjubkan terjadi. Nabi Isa as yang masih bayi dan berada di dalam gendongan ibundanya, tiba-tiba dapat berbicara. Ia bercerita di tengah kaum yang mengolok-olok ibunya, bahwa kelahirannya adalah bukti kebesaran Allah SWT.
Kisah heroik lainnya, adalah saat Nabi Ismail as ditinggal bersama ibunya di padang tandus. Atas perintah Allah SWT, Nabi Ibrahim as harus meninggalkan Nabi Ismail yang masih bayi bersama ibunya, Hajar di Mekkah. Ketika Hajar mengetahui bahwa hal itu adalah perintah Allah, maka ia menerimanya dengan kerelaan hati. Hajar berpasrah diri. Di tengah suasana terik matahari dan kehausan, ia berjuang untuk mendapatkan air. Ia berlari ke sana kemari, berusaha sekuat tenaga mencari air. Ia terus berlari dari Shafa ke Marwa, hingga 7 kali bolak balik. Di puncak kelemahannya, Allah memberikan pertolongan kepada Hajar, sebagai hadiah yang begitu indah. Hajar, ibu yang tak kenal lelah.
Bagi seorang Ibu, perjuangan adalah sebuah kepastian. Perjuang merupakan jalan untuk mengekspresikan rasa cintanya kepada sang anak. Lelah, letih, suka, duka, do’a, air mata dan segala bentuk pengorbanan yang ia berikan adalah bukti keimanan.
Mari sejenak, kita mengingat sosok Ibu kita di masa dulu. Saat mengasuh, mendidik dan membesarkan kita, mereka tidak pernah mengeluh sedikitpun. Mereka menjalankan perannya dengan begitu indah, begitu sempurna hingga mampu menorehkan sejarah dalam perjalanan hidup kita. Maka, wahai engkau yang saat ini bergelar Ibu, kokohkan keimananmu, kuatkan kesabaranmu. Jadilah pejuang yang tangguh, agar tidak melahirkan generasi yang rapuh.
Ditulis oleh: Teacher Sriati, S.Pd. (Wakil Kepala Bidang Kurikulum SDIT Mutiara Hati Malang)