Inovasi Media Pembelajaran Membuat Siswa Antusias Belajar di Kelas
December 20, 2023
Rihlah Al Qur’an KB-TKIT Mutiara Hati
December 31, 2023
Show all

Happy Mom, Happy Children

Ada sebuah pertanyaan untuk para Ayah. Kira-kira, apa pertimbangan ayah dalam memilihkan sekolah bagi anaknya? Tentu yang pertama kali adalah keamanan dan kenyamanan sekolah. Anak akan betah berlama-lama di dalamnya, bahkan kalau perlu, anak sampai menginap di sana. Anak juga akan fokus dalam belajar, tak suka nongkrong di luar. Apalagi, mencoba untuk kabur dan minggat, lantas mencari tempat lain yang lebih nyaman bagi mereka.

Dalam konteks pengasuhan, sebagaimana yang telah kita bahas, sekolah pertama dan terbaik bagi anak adalah ibu. Ya, ibu adalah sekolah pertama dan terbaik bagi anak. Selain karena tak ada biaya formulir dan uang gedung, anak juga bebas dari tagihan SPP dan tuntutan PR. Ini adalah sekolah idaman.

Namun di luar itu, peran ibu sebagai sekolah yang pertama adalah memberikan rasa nyaman bagi anak agar betah berlama-lama di dekatnya. Anak jadi tak suka keluyuran di luar rumah. Ibu yang memberi rasa nyaman akan menjadi tempat curhat disaat anak sedang resah, mengadukan segala gundah, terutama memberi nilai pengajaran agar anak Tangguh menghadapi tantangan hidup.

Kesemua hal diatas akan dapat dipenuhi oleh ibu jika peran kepala sekolah yang dipikul oleh ayah, berjalan secara maksimal. Ayah sebagai kepala sekolah bertanggung jawab menyamankan sekolah, yakni ibu dari anak-anaknya. Sulit bagi ibu membuat anak betah berada di sisinya kalau ia tak mendapat dukungan dari ayah. Ibu akan mudah stres, hanyut dalam perasaannya sendiri.

Intinya, ibu yang merasa tak nyaman, biasanya akan mudah marah. Emosinya meledak-ledak. Alhasil anak lebih betah nongkrong  berlama-lama di mal, cafe, game station, atau tempat hiburan lainnya, karena malas pulang untuk bertemu ibunya. Dalam benak anak, terbayang mereka akan bertemu sosok yang menyeramkan bagi jiwa anak. Inilah gejala munculnya sindrom mommy is enemy di kalangan anak-anak saat ini akibat ibu yang dirasa tak lagi memberikan kenyamanan bagi mereka.

Semua hal tersebut, tidak sepenuhnya kesalahan ibu. Kalau mau ditelusuri, ibu yang suka marah-marah akibat stres bermula dari sosok ayah yang cuek dan abai. Ayah tak mau menjalankan perannya sebagai kepala sekolah.

Salah satu tanggung jawab ayah sebagai kepala sekolah adalah menciptakan suasana nyaman bagi sekolah, yakni ibu dari anak-anak. Ayahlah yang seharusnya berpikir bagaimana membuat anak betah bersama ibunya. Dalam hal ini, tugas ayah ialah memperhatikan kebutuhan batin sang ibu. Hakikatnya, ibu akan bisa memberikan rasa nyaman kalau kebutuhan batinnya terpenuhi, ada ruang untuk bicara, mengeluarkan isi hati dan pikiran.

Menurut penelitian, Perempuan yang sehat jiwanya, minimal mengeluarkan 20.000 kata per hari. Ibu yang jarang diajak bicara oleh ayah, bahasa tubuhnya tidak mengenakkan, resah, tak mampu mendengarkan curhatan anak, tak sabar saat bicara karena emosi yang tak terkontrol. Akibatnya, anak hanya dapat “sampah emosi” dari ibunya. Anak pun akhirnya lebih memilih menghindar dan menjauh dari ibunya. Inilah petaka pertama dalam pengasuhan, yakni ketika ibu tak lagi dirindukan oleh buah hatinya. Maka tugas wajib ayah sebagai kepala sekolah adalah memberikan waktu dan ruang setiap hari bagi ibu untuk bicara sebagai upaya menyehatkan jiwa ibu, dengarkan keluh kesahnya.

Ibu yang sehat jiwanya dapat menjalankan tugas sebagai sekolah terbaik bagi anak. Happy mom, happy children. Happy wife, happy life. Ibu bisa tahan berjam-jam mendengarkan keluh kesah anak, ibu mudah memberikan maaf sekaligus senyuman saat anak melakukan kesalahan sehingga anak pun selalu merindukan ibu berada di dekatnya.

Oleh karena itu, ayah harus memerhatikan kondisi batin ibu, selain juga kebutuhan fisik, agar ibu sehat luar dalam. Maka ayah yang hebat bermula dari suami yang dahsyat, peka akan kebutuhan pasangan, serta peduli setiap saat.

Ditulis ulang dari buku Fathe2man hal. 41-47 tahun 2021 karya Ustadz Bendri Jaisyurrahman